Zimbabwe pernah menjadi lumbung pangan Afrika. Namun, kini porak poranda
karena kesalahan manajemen industri, kekurangan pangan, dan kejatuhan nilai
mata uang, serta korupsi yang merajalela.
Pimpinan
militer telah mengambilalih negara itu dengan aksi yang nampak seperti kudeta,
dengan mengerahkan tank di jantung ibu kota, dan menempatkan
Presiden Robert Mugabe sebagai tahanan rumah.
Mugabe
dikabarkan telah mengundurkan diri karena terus mendapatkan desakan, bahkan
dari partai yang dibentuknya, Zanu-PF.
Mugabe
telah berkuasa di negeri itu selama hampir empat dekade. Dia juga disalahkan
atas keterpurukan ekonomi di Zimbabwe.
Dilansir
dari CNN, Jumat (17/11/2017),
berikut perjalanan perekonomian Zimbabwe selama 37 tahun terakhir.
1980-an
Awalnya,
Mugabe terpilih menjadi perdana menteri pertama dari sebuah negara yang baru
merdeka pada 1980, setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara.
Dia
dipuji banyak orang karena mirip Nelson Mandela, yang mampu memimpin negaranya
dari cengkeraman kolonial.
"Dia
selalu mempunyai sikap populis, berarti dia ingin bekerja demi kepentingan
terbaiknya, tapi tidak semestinya hal tersebut diterapkan dalam ekonomi,"
kata seorang manajer saham di bursa Afrika, Funmi Akinluyi.
Mugabe
dikenal dunia internasional dari sisi inisiatifnya di bidang pendidikan dan
kesehatan.
Pada
masa ini, bangsa ini terus menumbuhkan ekspor produk manufaktur dan pertanian.
Zimbabwe terkenal dengan produksi tembakau. Dalam setahun, cuaca di sana sangat
mendukung untuk pertanian.
1990-an
Momen
politik Mugabe pada tahun-tahun ini mulai memudar. Kritik terus mengalir
kepadanya karena menggunakan kekejaman dan penyuapan untuk mempertahankan
kekuasannya.
Secara
konsisten, dia menyangkal telah berbuat sesuatu yang salah.
Kesalahan
manajemen Mugabe dalam sektor pertanian menjadi titik balik malapetaka
perekonomian di Zimbabwe.
Pemerintah
mengeluarkan reformasi lahan untuk mengakhiri kepemilikan pertanian selama
puluhan tahun oleh bangsa kulit putih.
Mugabe
menerbitkan Undang-Undang Pembebasan Lahan pada 1992 yang memungkinkannya untuk
memaksa pemilik tanah menyerahkan lahannya.
Pada
1993, Mugabe mengancam akan mengusir pemilik tanah yang keberatan dengan
peraturan tersebut.
2000-an
Pada 2000
Mugabe memaksa 4.000 petani kulit
putih untuk menyerahkan lahan mereka. Hasil produksi pertanian di Zimbawe
tumbang dalam satu malam.
"Saat itu pasokan pangan langsung menurun. Orang-orang kelaparan,"
kata Akinluyi.
Perubahan itu diikuti masa panen yang buruk dalam dua tahun dan musim
kering menyelimuti Zimbabwe, menjadikannya negara dengan tingkat kelaparan
terburuk dalam 60 tahun terakhir.
Di tengah kekurangan stok kebutuhan dasar yang kronis, bank sentral
menggenjot mesin cetak uangnya untuk membiayai impor.
Hasilnya, inflasi merajalela.
Pada
puncak krisis, harga di Zimbabwe meningkat dua kali lipat setiap 24 jam.
Ekonom
Cato Institute memperkirakan inflasi bulanan melonjak hingga 7,9 miliar persen
pada 2008.
Pengangguran
melonjak tajab, fasilitas layanan publik bangkrut, dan perekonomian menyusut 18
persen pada 2008.
Zimbabwe
memutuskan untuk tidak menggunakan mata uangnya, dolar Zimbabwe, sehingga
transaksi dilakukan dalam dolar Amerika Serikat, rand Afrika Selatan, dan 7
mata uang lainnya.
2010-an
Mugabe
mulai merespons sanksi internasional pada 2010 dengan mengancam akan merebut
semua investasi milik negara barat di negara tersebut.
Ancaman
itu membuat calon investor kian menjauh.
Pemerintahan
Mugabe telah mengalihkan fokusnya dari pertanian ke pertambangan. Dia juga
memerintahkan semua penambang berlian untuk menghentikan aktivitas dan
meninggalkan area tambang.
Rencananya,
sebuah entitas yang dikelola negara akan mengambialih operasi pertambangan.
Kini,
Zimbabwe sedang berjuang untuk mendapat kucuran dana segar dari negara lain,
setelah industri ekspor utama tercekik.
Akhir
tahun lalu, negara tersebut mulai mengeluarkan surat utang yang dihargai 1
dolar AS, dalam upaya mengurangi kekurangan uang tunai.
Akinluyi
mengatakan situasi saat ini sangat memprihatinkan, sebab Zimbabwe memiliki
banyak potensi.
"Mereka
memiliki berlian, batu bara, tembaga, bijih besi. Mereka punya sumber
daya," katanya.
"Saya
pribadi berpikir keadaan akan cepat membaik dengan orang yang tepat
berkuasa," tambahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar