Joko
Widodo lahir dari pasangan Noto Mihardjo dan Sudjiatmi dan merupakan anak
sulung dan putra satu-satunya dari empat bersaudara. Ia memiliki tiga orang
adik perempuan bernama Iit Sriyantini, Ida Yati dan Titik Relawati. Ia
sebenarnya memiliki seorang adik laki-laki bernama Joko Lukito, namun meninggal
saat persalinan. Sebelum berganti nama, Joko Widodo memiliki nama kecil Mulyono. Ayahnya berasal dari Karanganyar,
sementara kakek dan neneknya berasal dari sebuah desa di Boyolali. Pendidikannya
diawali dengan masuk SD Negeri 112 Tirtoyoso yang dikenal sebagai sekolah untuk
kalangan menengah ke bawah.
Dengan
kesulitan hidup yang dialami, ia terpaksa berdagang, mengojek payung, dan jadi
kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan
sehari-hari. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk
tetap berjalan kaki. Mewarisi keahlian bertukang kayu dari ayahnya, ia mulai
bekerja sebagai penggergaji di umur 12 tahun. Jokowi kecil telah mengalami
penggusuran rumah sebanyak tiga kali. Penggusuran yang dialaminya sebanyak tiga
kali pada masa kecil mempengaruhi cara berpikirnya dan kepemimpinannya kelak
setelah menjadi Wali Kota Surakarta saat harus menertibkan permukiman
warga.
Setelah lulus
SD, ia kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Surakarta. Ketika ia lulus SMP, ia sempat ingin
masuk ke SMA Negeri 1 Surakarta, namun gagal
sehingga pada akhirnya ia masuk ke SMA Negeri 6 Surakarta.
Jokowi menikah
dengan Iriana di Solo, tanggal 24 Desember 1986, dan
memiliki 3 orang anak, yaitu Gibran Rakabuming Raka(1988), Kahiyang Ayu (1991), dan Kaesang
Pangarep (1995).
Dengan
kemampuan akademis yang dimiliki, ia diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas
Kehutanan Universitas Gajah Mada. Kesempatan ini
dimanfaatkannya untuk belajar struktur kayu, pemanfaatan, dan teknologinya. Ia
berhasil menyelesaikan pendidikannya dengan judul skripsi "Studi tentang
Pola Konsumsi Kayu Lapis pada Pemakaian Akhir di Kodya Surakarta". Selain
kuliah, ia juga tercatat aktif sebagai anggota Mapala silvagama.
Setelah lulus
pada 1985, ia bekerja di BUMN PT Kertas Kraft
Aceh, dan ditempatkan di area Hutan Pinus Merkusii di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah.
Namun ia merasa tidak betah dan pulang menyusul istrinya yang sedang hamil
tujuh bulan. Ia bertekad berbisnis di bidang kayu dan bekerja di usaha milik
pamannya, Miyono, di bawah bendera CV Roda Jati.
Pada tahun 1988, ia
memberanikan diri membuka usaha sendiri dengan nama CV Rakabu, yang diambil
dari nama anak pertamanya. Usahanya sempat berjaya dan juga naik turun karena
tertipu pesanan yang akhirnya tidak dibayar. Namun pada tahun 1990 ia bangkit
kembali dengan pinjaman modal Rp 30 juta dari Ibunya.
Usaha ini
membawanya bertemu Micl Romaknan, yang akhirnya memberinya panggilan yang
populer hingga kini, "Jokowi". Dengan kejujuran dan kerja kerasnya,
ia mendapat kepercayaan dan bisa berkeliling Eropa yang membuka matanya. Pengaturan
kota yang baik di Eropa menjadi inspirasinya untuk diterapkan di Solo dan
menginspirasinya untuk memasuki dunia politik. Ia ingin menerapkan kepemimpinan
manusiawi dan mewujudkan kota yang bersahabat untuk penghuninya yaitu daerah
Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar